BISAKAH ALERGI MAKANAN SEMBUH ?
BISAKAH
ALERGI MAKANAN SEMBUH ?
Narasumber : Septa Clara Astiyah, SST, MARS, RD (
RSMH Palembang)
Alergi makanan adalah
kondisi di mana makanan tertentu dapat memicu respons imun yang tidak normal,
makanan jenis apa pun dapat menyebabkan alergi terutama makanan yang mengandung
zat protein (alergen) yang dianggap sebagai ancaman oleh antibodi IgE. Reaksi
alergi akan muncul ketika antibodi IgE melepaskan bahan kimia yaitu histamin
untuk melawan alergen yang dianggap berbahaya sehingga menimbulkan gejala dan
dapat terjadi mulai dari beberapa menit setelah terpapar hingga beberapa jam
(2-6 jam) atau bahkan beberapa hari kemudian setelah terpapar.
Alergi akibat makanan
dapat dibedakan dari faktor penyebabnya, yaitu : 1) pollen-food allergy
syndrome; dan 2) exercise-induced food allergy. Jenis alergi yang
pertama yaitu pollen-food allergy syndrome atau oral allergy syndrome
adalah reaksi alergi yang muncul ketika penderitanya mengkonsumsi buah-buahan,
sayuran, kacang-kacangan atau rempah-rempah segar dan kondisi ini sering
dialami oleh penderita rinitis alergi. Sedangkan jenis alergi yang kedua exercise-induced
food allergy merupakan reaksi alergi yang muncul ketika seseorang
mengkonsumsi makanan tertentu setelah berolahraga. Salah satu faktor risiko
yang dapat meningkatkan reaksi alergi yaitu usia, anak-anak dan remaja lebih
rentan mengalami alergi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Menurut Food
Allergy Research and Education (FARE) diperkirakan 1 dari 13 anak Amerika
memiliki alergi makanan. Sementara di Indonesia sendiri prevalensi alergi
makanan yang terjadi pada balita terjadi sekitar 8% dan pada orang dewasa
sekitar 4%. Faktor risiko lainnya adalah memiliki keluarga dengan riwayat
kondisi serupa atau menderita jenis alergi lainnya (rinitis alergi atau eksim)
dan memiliki riwayat asma.
Gejala alergi makanan
yang paling umum terjadi, antara lain : pembengkakan pada lidah, mulut atau
wajah, gatal-gatal, ruam gatal, kesulitan bernapas, tekanan darah rendah,
muntah, diare, sakit perut, pusing, merasa ingin pingsan, batuk atau mengi dan
suara serak. Dalam kasus yang parah, reaksi alergi dapat menyebabkan
anafilaksis yang memerlukan perhatian medis segera. Kondisi anafilaksis dapat
menyebabkan reaksi alergi pada seluruh tubuh yang mengancam jiwa karena dapat
mengganggu pernapasan, menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis dan
mempengaruhi detak jantung. Anafilaksis dapat terjadi dalam beberapa menit
setelah terpapar alergen sehingga kondisi ini dapat berakibat fatal dan harus
segera diobati dengan suntikan epinefrin (adrenalin).
Gejala alergi lain
yang juga perlu perhatian dan merupakan keadaan darurat, yaitu : pembengkakan
tiba-tiba pada mulut, bibir, tenggorokan atau lidah, ruam tiba-tiba, sesak
napas, mengi atau terengah-engah, napas sangat cepat, kesulitan menelan, pusing
tiba-tiba, kulit, lidah atau bibir biru atau pucat, tidak responsif seperti
kesulitan mengangkat kepala, pingsan dan tidak sadarkan diri. Makanan yang
dapat memicu reaksi alergi meskipun dengan gejala ringan pada suatu saat akan
dapat menyebabkan gejala yang lebih parah. Reaksi alergi dapat dicegah dengan melakukan identifikasi
dan menghindari alergen pada bahan-bahan makanan yang sering menyebabkan alergi, seperti :
1. Susu sapi
Alergi susu sapi
dapat terjadi pada 2–3% bayi, tapi reaksi alergi ini akan sembuh saat mereka
berusia 3 tahun atau lebih (sekitar 90%) sehingga alergi susu sapi jarang
terjadi pada orang dewasa. Meskipun reaksi alergi susu sapi dapat sembuh
sendiri seiring pertambahan usia anak, kita masih perlu menghindari untuk
konsumsi susu sapi dan produk olahannya, seperti : keju, mentega, margarin,
yogurt, krim dan es krim. Disamping itu ibu yang menyusui bayi dengan alergi
susu sapi juga perlu menghilangkan susu sapi dalam pola makan mereka untuk
mencegah reaksi alergi pada bayi.
2. Telur
Alergi telur dapat
hilang sendiri setelah anak berusia 16 tahun, sebelum itu anak masih perlu diet
bebas telur untuk mencegah reaksi alergi. Kondisi ini sebagian besar tidak
berlaku apabila telur diolah menjadi makanan lainnya atau memasak telur.
Pengolahan pada telur dapat mengubah bentuk protein penyebab alergi sehingga
dapat menghentikan antibodi IgE menganggapnya berbahaya.
3. Kacang
Alergi kacang dan
biji-bijian (wijen) yang berasal dari pohon dapat terjadi hingga 3% orang di
seluruh dunia. Beberapa jenis kacang yang dapat memicu reaksi alergi, meliputi
: kacang brazil, kacang almond, kacang mete, kacang macadamia, kacang
pistachio, kacang pinus, kacang kenari dan kacang
kedelai.
4. Ikan dan makanan laut (seafood)
Alergi seafood umumnya dipicu oleh protein tropomyosin, arginine kinase
dan myosin yang terdapat pada udang,
lobster,
cumi-cumi, kepiting, kerang dan tiram. Gejala alergi seafood seringkali
sulit dibedakan dengan kasus keracunan makanan laut karena memiliki gejala yang
sama yaitu mengalami gangguan pencernaan seperti muntah, diare dan sakit perut.
5. Gluten
Alergi gluten yang terdapat pada gandum, barley dan oat dapat menyebabkan
reaksi, seperti : gangguan pencernaan, gatal-gatal, muntah, ruam,
bengkak dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan
anafilaksis.
Edukasi dapat diberikan kepada
orang tua dan pendamping anak sebagai
upaya pencegahan dan penanganan alergi terhadap makanan. Pencegahan alergi makanan selain
dengan melakukan identifikasi dan menghindari konsumsi bahan makanan penyebab
alergen, dapat juga dengan mencatat semua riwayat alergi yang dialami sejak
awal untuk evaluasi dan
pengembangan menu yang lebih aman. Kondisi alergi susu sapi atau alergi telur dapat menghilang seiring pertambahan usia anak,
namun alergi pada kacang, seafood atau gluten akan tetap berisiko terjadi
sepanjang hidup penderitanya.
Upaya pencegahan lainnya yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan alternatif
bahan makanan untuk menggantikan bahan makanan alergenik dengan
bahan lain yang memiliki kandungan gizi serupa, misalnya susu sapi diganti dengan
susu nabati atau susu kedelai bagi bayi yang alergi susu sapi. Selain itu orang tua juga
dapat mengenalkan berbagai macam makanan sedikit demi sedikit saat memberikan
MP ASI pada bayi usia 4–6 bulan, selalu membaca label kandungan makanan sebelum
dikonsumsi, berusaha menyiapkan makanan sendiri yang bebas alergen saat
bepergian keluar rumah, menginformasikan kepada pelayan atau juru masak
mengenai makanan yang tidak boleh dikonsumsi saat mengunjungi
restoran, selalu
menjaga hygiene sanitasi atau
kebersihan peralatan masak dan penyajian agar bebas dari
kontaminasi silang serta memastikan bahan-bahan makanan yang
digunakan untuk memasak tidak tercampur dengan zat-zat pemicu alergi. Penanganan terhadap alergi makanan dapat dilakukan dengan pemantauan
gejala, jika terjadi muntah, diare, ruam kulit atau sesak napas
segera hentikan pemberian makanan
dan pada kondisi anafilaksis segera cari bantuan medis atau bawalah ke Dokter
terdekat.
Referensi :
West,
Helen dan Northrop, Alyssa, 2024, The 9 Most Common Food Allergies
diakses pada https://www.healthline.com/nutrition/common-food-allergies
The
American College of Allergy, Asthma & Immunology, 2023, Food Allergy
diakses pada https://acaai.org/allergies/allergic-conditions/food/
Artikel Halodoc, 2019, Inilah 6 Makanan yang Paling Banyak Menyebabkan Alergi diakses pada https://www.halodoc.com/artikel/inilah-6-makanan-yang-paling-banyak-menyebabkan-alergi
Tim Medis Siloam Hospitals, 2024, Alergi Makanan : Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobatinya diakses pada https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-alergi-makanan
Referensi gambar :
DOC,PROMKES,RSMH
Komentar
Posting Komentar