TERMINAL LUCIDITY, FENOMENA PASIEN MEMBAIK SEBELUM MENINGGAL
TERMINAL LUCIDITY, FENOMENA PASIEN MEMBAIK
SEBELUM MENINGGAL
Narasumber : Ardiansyah, SKM, MM ( RSMH Palembang)
Gaes,
pernah gak kita mendengar atau bahkan menyaksikan
sendiri seseorang yang terlihat sudah tidak berdaya atau dalam kondisi kritis,
tiba-tiba tampak sehat dan bersikap seakan-akan tidak pernah sakit, misalnya
bisa berbicara dengan lancar atau bahkan bergerak ?
Sesaat
kita mungkin berpikir ini adalah keajaiban Tuhan, dan berharap bahwa orang
tersebut akan sembuh. Namun, beberapa saat kemudian yang terjadi malah
sebaliknya, ia justru pergi untuk selamanya. Fenomena inilah yang disebut terminal
lucidity.
Fenomena
kembali segar menjelang kematian itu diabadikan sejak masa Hippocrates dan Ibnu
Sina. Michael Nahm dalam publikasinya di Journal of Near death Experience
pada tahun 2009 memperkenalkan istilah "terminal lucidity"
untuk menggambarkan fenomena tersebut. Dalam publikasi itu, dia menggali 80
referensi hasil penelitian fenomena terminal lucidity pada pasien yang
menderita penyakit mental. Lewat publikasi yang berasal dari 50 penulis itu,
dia berhasil mengungkap 49 kasus terminal lucidity.
Apa
itu terminal lucidity?
Seperti
yang kita bahas di atas, Nahm, et.al. (2011) mengatakan bahwa “The
unexpected return of mental clarity and memory shortly before death in patients
suffering from severe psychiatric and neurologic disorders, which we have
called terminal lucidity”
Kembalinya
kejernihan mental dan ingatan yang tak terduga sesaat sebelum kematian pada
pasien yang menderita gangguan kejiwaan dan neurologis parah, yang kami sebut
“kejernihan terminal”
Menurut
Chin, et. al (2024) “Terminal lucidity is the phenomenon wherein
dying patients have a brief hyperactive period right before their passing. It
is an unpredictable end of life experience predominantly researched in the
dementia and neurologically impaired population”.
“Terminal
lucidity (Kejernihan terminal) adalah fenomena di mana pasien yang sekarat
mengalami periode hiperaktif singkat sebelum meninggal. Ini adalah pengalaman
akhir hidup yang tidak dapat diprediksi dan sebagian besar diteliti pada
populasi demensia dan gangguan neurologis”.
Jadi,
terminal lucidity dimaknai sebagai suatu fenomena kembalinya
“kejernihan” pikiran seseorang secara mendadak menjelang ajalnya. Fenomena ini
masih menjadi perdebatan di antara para ahli.
Banyak
orang berpendapat bahwa terminal lucidity merupakan suatu anugerah yang
diberikan oleh Sang Pencipta dan bisa dijadikan sebagai kesempatan bagi orang
terdekat agar dapat menghabiskan waktu dengan orang yang dicintainya untuk
terakhir kali.
Hingga
saat ini, sebenarnya belum ada penjelasan yang logis mengenai terminal
lucidity. Namun, fenomena ini nyatanya memang bisa saja terjadi pada
beberapa pasien yang telah lama menderita karena suatu penyakit.
Salah
satu penelitian mengungkapkan bahwa terminal lucidity bisa berlangsung beberapa
menit hingga berhari-hari. Meski situasi ini berlangsung hanya beberapa menit,
pasien akan tetap mengatakan sesuatu yang bermakna dan bisa dimengerti dengan
baik.
Contoh
Kasus Fenomena Terminal Lucidity
Kasus
yang terjadi pada tahun 1822 dan melibatkan seorang anak laki-laki berusia 6
tahun yang terjatuh karena paku yang menembus dahinya. Hal ini diikuti dengan
“sakit kepala dan gangguan mental” dan pada usia 17 tahun “dia terus-menerus
merasakan sakit, sangat melankolis, dan mulai kehilangan ingatannya”. Dia juga,
“berfantasi, berkedip terus menerus, dan berjam-jam melihat objek tertentu”.
Dia kemudian dirawat di rumah sakit setelah sering muntah dan pasien di sana
selama 18 hari berikutnya “tidak bisa duduk atau bangun dari tempat tidur”.
Kemudian
pada hari berikutnya dia tiba-tiba meninggalkan tempat tidurnya dan tampak
sangat cerah, menyatakan bahwa dia bebas dari segala rasa sakit dan perasaan
sakit. Dia bermaksud meninggalkan rumah sakit keesokan harinya. Seperempat jam
setelah dokter yang merawat meninggalkannya, dia jatuh pingsan dan meninggal
dalam beberapa menit (Nahm et al., 2012)
Sebuah
studi kasus yang dimuat dalam jurnal Omega (2013) menggambarkan kejernihan
terminal menjelang ajal yang dialami oleh Anna Katharina Ehmer, seorang wanita
berusia 26 tahun. Ehmer mengalami cacat mental parah dan diduga tak pernah
berbicara sepatah kata apa pun dalam hidupnya. Namun, ia dilaporkan menyanyikan
sebuah lagu selama setengah jam sebelum meninggal dunia.
Kasus
lain yang dimuat dalam laman The Guardian pada 2021 lalu juga
menjelaskan terminal lucidity yang dialami oleh Ward Porterfield asal South
Dakota, Amerika Serikat. Ward Porterfield merupakan seorang pria berusia 83
tahun yang telah didiagnosis mengalami demensia tiga tahun sebelumnya dan tidak
lagi mengenal putrinya. Namun, pada suatu waktu, Porterfield kembali mengenali
putrinya dan bisa berbincang dengan normal. Hal ini tidak berlangsung lama
karena dua hari kemudian ia meninggal dunia.
Hingga
saat ini, belum ada analisis ilmiah yang cukup kuat yang dapat menjelaskan
mengapa fenomena terminal lucidity sering terjadi. Begitu pun penyebab
yang mendasarinya. Salah satu teori yang
sedang diteliti menyebutkan bahwa saat pasien mengalami penyakit kronis,
jaringan di dalam otaknya akan makin melemah sehingga volume otak akan
sedikit menyusut.
Oleh
karenanya, otak yang tadinya penuh tekanan jadi agak melonggar. Hal ini
diyakini dapat mengembalikan fungsi otak yang telah rusak, seperti daya ingat
dan kemampuan berbicara. Dari penelitian-penelitian seputar terminal
lucidity, para ahli berharap bahwa suatu hari nanti hasilnya bisa dipakai
sebagai panduan perawatan bagi pasien dengan penyakit kronis.
Harapan
yang lebih ambisius yaitu fenomena unik ini mungkin bisa dikembangkan sebagai
metode pengobatan khusus bagi pasien dengan kerusakan atau gangguan fungsi
otak.
That’s
all guys, semoga bermanfaat
Referensi :
Nahm,
Et. al, 2011, Terminal lucidity: A review and a case collection, Archives of
Gerontology and Geriatrics Volume 55, Issue 1 , July–August 2012, Pages
138-142
Christoper,
Ted, 2022, Dualism 101: Terminal Lucidity and an Explanation, Open Journal
of Philosophy, 2022, 12, 687-700
Chin,
et.al, 2024, A Case Series Recognizing Terminal Lucidity in Non-Dementia
Hospice and Palliative Care Patients, Journal of Pain and Symptom
Management, Volume 67, Issue 5, E668-E669, May 2024
https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/terminal-lucidity/,
diakses 22 Juli 2024
https://sains.kompas.com/read/2017/08/21/203945323/-terminal-lucidity-mengapa-ada-orang-yang-jadi-bugar-sebelum-mati-,
diakses tanggal 22 Juli 2024
DOC,PROMKES,RSMH
Komentar
Posting Komentar