GURITA BAYI, MASIH PERLUKAH?
GURITA
BAYI, MASIH PERLUKAH?
Narasumber
: Gustri Putri,
(RSMH Palembang)
Setiap
orang tua tentu menginginkan bayinya yang baru lahir sehat sempurna. Perawatan
bayi baru lahir pun diharapkan berjalan cermat dan tertata rapi. Bayi
memerlukan perawatan yang khusus dan berbeda dengan manusia dewasa karena masa
ini merupakan masa peralihan dan adaptasi bayi dari kehidupan di dalam rahim ke
kehidupan di luar rahim. Perawatan bayi harus dilakukan secara hati-hati,
cermat dan teliti untuk menghindari terjadinya kecelakaan yang dapat
membahayakan bayi. Untuk mewujudkan perawatan bayi baru lahir yang baik tentu
tidak lepas dari menghadirkan lingkungan
yang mendukung untuk kenyamanan si bayi, seperti suhu kamar yang sesuai, tidak
terlalu dingin, dan juga tidak terlalu panas. Kebisingan lingkungan juga patut
diperhatikan, karena bayi yang baru lahir sering terkejut dan menangis saat
mendengar suara bising. Yang tidak kalah pentingnya adalah pakaian yang dipakai
bayi baru lahir.
Sudah
menjadi kebiasaan dan secara turun temurun di masyarakat kita bahwa pakaian
bayi terdiri dari beberapa lapisan seperti: Cawet, gurita, baju dan kain bedong
serta topi kepala. Jenis pakaian bayi tersebut mesti ada dan lengkap untuk
pakaian bayi sehari- hari. Ibu kita atau ibu mertua kita akan komplain jika
jenis pakaian bayi tersebut tidak lengkap saat dipakaikan ke bayi. Siapa yang
pernah mengalami hal tersebut? Tentu ada saja dari kita sebagai ibu bayi yang
pernah dikomplain orang tua kita jika ada kekurangan jenis pakaian bayi yang
dipakai.
Pakaian
bayi memang banyak jenisnya, itu semua berfungsi untuk menjaga kehangatan bayi
dari suhu luar seperti pada umumnya fungsi pakaian yang melekat di tubuh kita. Nah
untuk gurita bayi, kenapa ya disebut dengan gurita? Gurita bayi adalah kain
yang dipasangkan di perut bayi baru lahir, disebut gurita karena pada kain
tersebut terdapat belahan kain yang dapat diikatkan satu sama lain, belahan
kain ini yang mirip dengan tentakel gurita. Namun pada akhir- akhir ini gurita
tidak disarankan untuk dipakaikan kepada bayi. Kita yang orang awam tentu
bingung kenapa gurita bayi tidak disarankan untuk dipakai lagi. Ternyata
berdasarkan penelitiian Pemakaian gurita membuat lambung si bayi tertekan. Bila
dalam keadaan seperti itu si bayi dipaksakan minum, maka cairannya akan
tertekan dan menjadi muntah.
Pemakaian
gurita pada bayi juga akan menyebabkan bayi merasa tidak nyaman karena tekanan
pada dinding perut bisa menyebabkan bayi merasakan sesak. Pemakaian gurita pada
bayi juga dapat mengganggu pertumbuhan organ tubuh bayi dan mengganggu proses
pernafasan bayi. Pemakaian gurita bayi yang terlalu
ketat bisa menyebabkan bayi sesak nafas, juga bayi bisa kepanasan banyak
berkeringat, menyebabkan berbagai keluhan kulit gatal biang keringat atau ruam
kulit karena keringat yang menempel tidak dapat menguap terhalang gurita.
Bisa juga terjadi kalau pemakaian gurita terlalu kencang akan menyebabkan
makanan yang masuk kelambung mengalir balik ke kerongkongan bayi akan
gampang muntah.
Bayi sering
dipakaikan gurita karena orang tuanya cemas melihat perut bayi besar dan masih
rawan untuk gerak . Padahal besar kecil perut bayi ditentukan oleh ketebalan
kulit ,otot perut yang berfungsi menahan daya dorong isi perut. Kulit bayi
maupun lemak masih tipis belum sempurna sehingga belum mampu untuk menahan
gerak usus yang mendorong keluar, ini yang menyebabkan perut kelihatan besar.
Perut bayi akan
mengecil dengan sendirinya seiring tumbuh kembang ketika kulit, otot dan
lemak sudah menebal. Begitu pula dengan pusar yang bodong, banyak orang tua
yang khawatir dengan kondisi pusar bayinya. Yang perlu dipahami pusar bodong
tidak akan mengakibatkan kondisi kesehatan yang serius, disebabkan oleh otot cincin
perut yang tidak menutup dengan sempurna karena panjang dan besar putung tali
pusat bayi bukan akibat dari tidak pakai gurita. Pusar bodong akan sembuh atau
menghilang seiring tumbuh kembang anak sekitar 3 – 5 tahun.
Tentu
untuk menghilangkan pemahaman yang terbentuk dari budaya turun temurun perlu peran
tenaga kesehatan sebagai edukator dan penerimaan yang baik dari masyarakat yang
dijelaskan berdasarkan alasan yang rasional sehingga dapat diterima. Kita juga
sebagai tenaga kesehatan dan anggota masyarakat mesti terbuka dengan ilmu
kesehatan yang terus menerus berkembang, sehingga kita dapat mengikuti perilaku
baik yang berkaitan dengan kesehatan kita.
Referensi:
A.Wigunantiningsih. 2014. Pengaruh penggunaan Gurita
terhadap Frekuensi Gumoh. https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/maternal/article/download/490/444. /Diakses pada 11 februari 2024
Dinkes Kabupaten wonogiri. 2018. Bayi ternyata tidak boleh
pakai gurita. https://dinkes.wonogirikab.go.id/pkmwonogiri1/2018/07/11/bayi-ternyata-tidak-boleh-pakai-gurita/#:~:text=Pemakaian%20gurita%20bayi%20yang%20terlalu,tidak%20dapat%20menguap%20terhalang%20gurita.
/Diakses pada 11 februari 2024
Referensi gambar:
DOC, PROMKES,RSMH
Komentar
Posting Komentar