Lansia
Narasumber : Nyimas Sri Wahyuni, S.Kep, Ners, M.Kep, Sp.Kep.A ( RSMH Palembang)
Jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia
(lansia) terus meningkat dan cenderung menjadi masalah kesehatan dan sosial
yang perlu mendapat perhatian. Menurut WHO,
populasi lansia di seluruh dunia
saat ini berjumlah sekitar 600 juta orang dan jumlah ini diperkirakan akan
terus meningkat dua kali lipat pada
tahun 2025 (http: //www.who.int/ageing/ primary_health_care/en /index.html) .
Di india, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) merupakan yang terbesar keempat
di dunia, begitu juga dengan jumlah penduduk secara umum, setelah Tiongkok,
India, dan Amerika Serikat. Di Indonesia, populasi lansia pada tahun 2000 (17,2
juta) meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 1970 (5,3 juta). Kemudian pada tahun 2007, jumlah penduduk
lanjut usia terus meningkat menjadi 18,96 juta orang dan meningkat sebesar
14,1% menjadi 20,54 juta orang pada tahun 2009 (Menegpp, 2009).
Di AS, pensiunan juga dianggap lanjut usia. Menurut Papalia, Olds
dan Feldman (2009), seseorang dapat dianggap sebagai warga negara senior jika
ia telah berusia 65 tahun, sedangkan di AS usia 65 tahun adalah usia pensiun. Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa lanjut usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun
atau telah mencapai usia pensiun, dimana usia pensiun di Indonesia saat ini
adalah 55 tahun. Dari data diatas dapat
diketahui bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk lanjut usia di dunia khususnya
di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat dan menjadi kelompok umur yang cukup besar di Indonesia. Oleh karena
itu, pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia patut menjadi perhatian
seluruh lapisan masyarakat.
Di Indonesia, masih sedikit sekali
lansia yang mampu menjalani hari tuanya
dengan layak. Sebagian besar
penduduk lanjut usia masih hidup di bawah garis kemiskinan, meskipun secara
hukum hal ini diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap
orang lanjut usia, penyandang cacat fisik, atau setiap orang yang menderita
penyakit jiwa mempunyai hak untuk hidup di bawah garis kemiskinan, untuk
dirawat, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk
menjamin kehidupan yang layak sesuai
dengan martabat manusia, meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Kondisi kehidupan lansia yang buruk ini pada
akhirnya akan berdampak pada lansia itu sendiri secara fisik dan psikologis.
Seperti diketahui, bertambahnya usia
lanjut usia pasti menyebabkan penurunan fungsi di berbagai bidang, termasuk
penurunan mobilitas, penglihatan,
kognisi, dan jaringan sosial (Schuurmans, 2004). Tentu saja hal ini akan menimbulkan permasalahan baru bagi para
lansia yang sudah mengalami penurunan
dalam berbagai hal. Salah satu masalah paling umum yang dihadapi orang lanjut usia adalah kecemasan.
Sumber gambar: https://png.pngtree.com
Referensi:
Byrne, G. J. A. (2015). What
happens to anxiety disorder in later life?: Que ocorre com os transtornos da
ansiedade na terceire ideda?. Vol 24. No 1.74-80. Departement of Psychiatry
University of Queensland.
Chenjing, S. (2017). Comunication
anxiety, unwillingness to comunicate, impression on management and self
disclosure on the internet. Faculty of jurnalism and communication .
Hongkong: Chinese University of Hongkong.
Diagnostic and statistical manual of
mental disorder. (2015). 4th Ed Text revision.
Washington DC: Published by American
Psychiatric Association.
D’Zurilla, T. J. (2010). Problem-solving training for effective stress
management and prevention. Journal of
Cognitive Psychotherapy: An Intervention Quarterly, 4 (4), 327-354.
DOC, PROMKES RSMH
Komentar
Posting Komentar