Yuk Kenalan Dengan Hiperbilirubinemia
Yuk
Kenalan Dengan Hiperbilirubinemia
Narasumber : Nyimas Sri
Wahyuni,S.Kep, Ners, M.Kep, Sp.Kep.A
(RSMH Palembang)
Penyakit kuning neonatal atau
hiperbilirubinemia merupakan fenomena klinis yang sering terjadi pada bayi baru
lahir. Penyakit kuning adalah salah satu jenis infeksi yang terjadi saat lahir.
Lebih dari 85 bayi cukup bulan dirawat kembali di rumah sakit dalam minggu
pertama kelahirannya karena kondisi ini.
Hiperbilirubinemia terjadi pada 25-50%
bayi cukup bulan dan bahkan lebih tinggi dibandingkan bayi prematur bayi.
Penyakit kuning pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis atau
patologis, misalnya pada kasus ketidakcocokan Rh dan ABO, sepsis, penyumbatan
saluran empedu, dll. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga dan
hilang pada minggu pertama, paling lambat dalam 10 hari pertama setelah
kelahiran.
Konsentrasi bilirubin tidak langsung
tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada bayi
prematur, laju peningkatan konsentrasi bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari,
konsentrasi bilirubin langsung Tidak melebihi 1 mg%. Meskipun penyakit kuning
patologis terjadi dalam 24 jam pertama, konsentrasi bilirubin serum melebihi 10
mg% pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg% pada bayi prematur,
bilirubin meningkat lebih dari 5 mg% per hari, penyakit kuning berlanjut
setelah dua hari. pada minggu pertama dan konsentrasi bilirubin langsung
melebihi 1 mg% (Kumar, 2019).
Hiperbilirubinemia adalah warna kuning
yang terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ tubuh akibat
penumpukan bilirubin. (Surasmi dkk., 2009). Ikterus neonatal merupakan suatu
kondisi klinis pada bayi baru lahir yang ditandai dengan menguningnya kulit dan
sklera akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi secara berlebihan. Secara
klinis, penyakit kuning mulai muncul pada bayi baru lahir ketika kadar
bilirubin darah berada pada angka 5 sampai 7 mg/dL (Sukadi dalam Kosim dkk,
2008). Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologis. Kadar bilirubin yang tinggi dapat menimbulkan efek patologis yang
berbeda-beda pada setiap bayi. Hal ini juga dapat dipahami sebagai penyakit
kuning dengan kadar bilirubin serum, yang dapat menyebabkan penyakit kuning
nuklir jika kadar bilirubin tidak terkontrol.
Fototerapi merupakan pengobatan pilihan
pertama untuk bayi dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al., 2010). Efektif
Kerja fototerapi ditentukan antara lain oleh panjang gelombang cahaya,
intensitas cahaya (radiasi), jarak cahaya ke bayi dan area tubuh bayi yang
terkena cahaya. lampu. . (Maisels, 2018). Sistem fototerapi mampu menghantarkan
cahaya melalui lampu neon, lampu halogen kuarsa, lampu dioda pemancar cahaya,
dan alas serat optik. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan keperawatan tergantung
pada efektivitas fototerapi dan tidak adanya komplikasi (Shinta,2017).
Pemberian terapi cahaya yang bertanggung jawab menjamin efektivitas penyampaian
cahaya (radiasi), memaksimalkan paparan kulit, melindungi dan merawat mata,
serta memperhatikan pengaturan suhu, menjaga hidrasi yang adekuat, mendorong
eliminasi, dan mendukung interaksi orang tua-anak (Shinta, 2017). Academy of
Pediatrics (AAP, 2011) mengemukakan bahwa ukuran area tubuh yang terkena
fototerapi mungkin dipengaruhi oleh asimetri ukuran kepala. Selain itu, mengubah
posisi tubuh anak setiap 2 hingga 3 jam dapat memaksimalkan area yang terkena
sinar fototerapi. AAP juga menyatakan bahwa paparan cahaya pada area tubuh anak
yang luas memiliki efek terapeutik yang lebih baik dibandingkan menggunakan
cahaya dalam jumlah besar.
Sumber gambar: Dokumen pribadi_RSMH_Ruang Neonatus
Daftar Referensi:
Hutagalung, (2018).
Hiperbillirubin. Diakses pada tanggal 20 Januari 2015, http://takiya 10 blogspot.com/
Kumar,
P., dkk, (2019, february). Light-emitting diodes versus compct
fluorescent tubes for phototerapy in neonatal jaundice: A mlti-center
randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 47. 131-137
Maisels, M. J & McDonagh A. F, (2018). Phototerapy for Neonatal Joundice. The New England Journal of Medicine, 358 (9), 920-928. www.nejm.org.
Moeslichan, Surjono,
A., Suradi R R., Rahardjani, K. B,. Usman A., Rinawati, et al., (2019). Tatalaksana
Ikterus Neonatorum. http://yanmedikdepkes. Net/hta/Hasil%20kajian%20HTA/2009/Tatalaksana%20Neonatorum. Doc. Diperoleh 28 Januari 2019
Shinta P, (2017). Pengaruh Perubahan
Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir Hiperbillirubinemia Dengan Fototerapi Terhadap
Kadar Billirubin Total. Ejurnal.stikerborromeus.ac.id
Stokowski L A., (2016). Fundamentals of phototerapy for neonatal jaundice. Advances in Neonatal
Care, 11 (5S): S10-S21.
www.advancesinneonatalcare.org
Sukadi
A. (2008). Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa
GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 4 h.
147-69. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Surasmi A, Siti Handayani, Heni nur
Kusuma, (2005). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
Wong D.L, Marillyn Hockenberry-Eaton, David Wilson, Patricia
Schwarth, (2009). Buku
Ajar Keperawatan
Doc, PROMKES, RSMH
Komentar
Posting Komentar