Yuk Kenalan Dengan Hiperbilirubinemia

 

Yuk Kenalan Dengan Hiperbilirubinemia

Narasumber : Nyimas Sri Wahyuni,S.Kep, Ners, M.Kep, Sp.Kep.A (RSMH Palembang)

 

Penyakit kuning neonatal atau hiperbilirubinemia merupakan fenomena klinis yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Penyakit kuning adalah salah satu jenis infeksi yang terjadi saat lahir. Lebih dari 85 bayi cukup bulan dirawat kembali di rumah sakit dalam minggu pertama kelahirannya karena kondisi ini.

   Hiperbilirubinemia menyebabkan penyakit kuning pada anak. Kondisi ini disebabkan oleh penumpukan pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) sehingga menyebabkan penyakit kuning pada sklera dan kulit (Hutagalung, 2018). Penyakit kuning neonatal (hiperbillirubin) pada bayi atau anak kecil biasanya terjadi pada minggu pertama kehidupannya. Di Amerika, angka peningkatan bilirubin sebesar 65%, di Malaysia 75%, di Indonesia 13,5-85%. Penyakit kuning neonatal merupakan penyakit tersering ke-10 pada bayi baru lahir. Di AS, angka peningkatan bilirubin 65%, di Malaysia 75%, di Indonesia 13,5-85%.

Hiperbilirubinemia terjadi pada 25-50% bayi cukup bulan dan bahkan lebih tinggi dibandingkan bayi prematur bayi. Penyakit kuning pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis atau patologis, misalnya pada kasus ketidakcocokan Rh dan ABO, sepsis, penyumbatan saluran empedu, dll. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga dan hilang pada minggu pertama, paling lambat dalam 10 hari pertama setelah kelahiran.

Konsentrasi bilirubin tidak langsung tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada bayi prematur, laju peningkatan konsentrasi bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari, konsentrasi bilirubin langsung Tidak melebihi 1 mg%. Meskipun penyakit kuning patologis terjadi dalam 24 jam pertama, konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg% pada bayi prematur, bilirubin meningkat lebih dari 5 mg% per hari, penyakit kuning berlanjut setelah dua hari. pada minggu pertama dan konsentrasi bilirubin langsung melebihi 1 mg% (Kumar, 2019).

Hiperbilirubinemia adalah warna kuning yang terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ tubuh akibat penumpukan bilirubin. (Surasmi dkk., 2009). Ikterus neonatal merupakan suatu kondisi klinis pada bayi baru lahir yang ditandai dengan menguningnya kulit dan sklera akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi secara berlebihan. Secara klinis, penyakit kuning mulai muncul pada bayi baru lahir ketika kadar bilirubin darah berada pada angka 5 sampai 7 mg/dL (Sukadi dalam Kosim dkk, 2008). Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis. Kadar bilirubin yang tinggi dapat menimbulkan efek patologis yang berbeda-beda pada setiap bayi. Hal ini juga dapat dipahami sebagai penyakit kuning dengan kadar bilirubin serum, yang dapat menyebabkan penyakit kuning nuklir jika kadar bilirubin tidak terkontrol.

Fototerapi merupakan pengobatan pilihan pertama untuk bayi dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al., 2010). Efektif Kerja fototerapi ditentukan antara lain oleh panjang gelombang cahaya, intensitas cahaya (radiasi), jarak cahaya ke bayi dan area tubuh bayi yang terkena cahaya. lampu. . (Maisels, 2018). Sistem fototerapi mampu menghantarkan cahaya melalui lampu neon, lampu halogen kuarsa, lampu dioda pemancar cahaya, dan alas serat optik. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan keperawatan tergantung pada efektivitas fototerapi dan tidak adanya komplikasi (Shinta,2017). Pemberian terapi cahaya yang bertanggung jawab menjamin efektivitas penyampaian cahaya (radiasi), memaksimalkan paparan kulit, melindungi dan merawat mata, serta memperhatikan pengaturan suhu, menjaga hidrasi yang adekuat, mendorong eliminasi, dan mendukung interaksi orang tua-anak (Shinta, 2017). Academy of Pediatrics (AAP, 2011) mengemukakan bahwa ukuran area tubuh yang terkena fototerapi mungkin dipengaruhi oleh asimetri ukuran kepala. Selain itu, mengubah posisi tubuh anak setiap 2 hingga 3 jam dapat memaksimalkan area yang terkena sinar fototerapi. AAP juga menyatakan bahwa paparan cahaya pada area tubuh anak yang luas memiliki efek terapeutik yang lebih baik dibandingkan menggunakan cahaya dalam jumlah besar.

 

Sumber gambar: Dokumen pribadi_RSMH_Ruang Neonatus

Daftar Referensi:

Hutagalung, (2018). Hiperbillirubin. Diakses pada tanggal 20 Januari 2015, http://takiya 10 blogspot.com/

Kumar, P., dkk, (2019, february). Light-emitting diodes versus compct fluorescent tubes for phototerapy in neonatal jaundice: A mlti-center randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 47. 131-137

Maisels, M. J & McDonagh A. F, (2018). Phototerapy for Neonatal Joundice. The New England Journal of Medicine, 358 (9), 920-928. www.nejm.org.

Moeslichan, Surjono, A., Suradi R R., Rahardjani, K. B,. Usman A., Rinawati, et al., (2019). Tatalaksana Ikterus Neonatorum. http://yanmedikdepkes. Net/hta/Hasil%20kajian%20HTA/2009/Tatalaksana%20Neonatorum. Doc. Diperoleh 28 Januari 2019

Shinta P, (2017). Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir Hiperbillirubinemia Dengan Fototerapi Terhadap Kadar Billirubin Total. Ejurnal.stikerborromeus.ac.id

Stokowski L A., (2016). Fundamentals of phototerapy for neonatal jaundice. Advances in Neonatal Care, 11 (5S): S10-S21. www.advancesinneonatalcare.org


 

Sukadi A. (2008). Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 4 h. 147-69. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

 

Surasmi A, Siti Handayani, Heni nur Kusuma, (2005). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

 

Wong D.L, Marillyn Hockenberry-Eaton, David Wilson, Patricia Schwarth, (2009). Buku Ajar Keperawatan

 

Doc, PROMKES, RSMH

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengaruh pengharum ruangan bagi kesehatan

Tren Pacaran Remaja, Gaya dan Dinamika Hubungan di Era Digital

TERMINAL LUCIDITY, FENOMENA PASIEN MEMBAIK SEBELUM MENINGGAL