Diagnosis dan tatalaksana Sinusitis
Diagnosis dan tatalaksana Sinusitis
Narasumber : Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A ( RSMH Palembang)
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat.
Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud dengan gejala yang berat adalah di samping adanya sekret yang purulen juga disertai demam (bisa sampai 39ºC) selama 3-4 hari.
Pada sinusitis, pemeriksaan fisik tidak khas. Kadangkala dijumpai adanya sekret nasal, kelainan pada septum, livide pada konka nasal dan post nasal discharge, serta nyeri pada sinus. Untuk menegakkan diagnosis sinusitis dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Prosedur penunjang diagnostik untuk sinusitis akut meliputi transiluminasi, ultrasonografi, foto polos sinus paranasalis, ct scan dan magnetic resonance imaging (MRI).
Banyak penulis yang menyatakan bahwa transiluminasi tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis sinusitis pada anak, demikian juga pemeriksaan ultrasonografi. Ultrasonografi digunakan hanya untuk mengevaluasi sinus maksila dan itupun hanya memiliki hasil minimal dalam menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan foto polos sinus paranasalis merupakan pemeriksaan standar utama untuk sinusitis. Kekurangan foto polos adalah sering ditemukan hasil positif dan negatif palsu. Tiga jenis proyeksi yang digunakan untuk diagnosis
sinusitis dengan pemeriksaan foto polos yaitu: Waters position untuk evaluasi sinus maksila dan frontal, Caldwell position untuk evaluasi sinus etmoidalis, dan Proyeksi lateral untuk evaluasi ukuran adenoid, masa di nasofaring dan kelainan di sfenoid.
Penggunaan Computed Tomography Scanning (CT Scan) untuk diagnosis sinusitis pada anak sangat membantu, terutama sinusitis kronis. Hasil yang didapat menggambarkan keadaan sinus dan kompleks osteomeatal. Penggunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat baik untuk mengetahui kelainan soft tissue dari sinus paranasal, namun terbatas dalam pencitraan kelainan tulang, sehingga MRI tidak dapat mengevaluasi sinusitis akut maupun kronis.
Diagnosis banding
· Cystic fibrosis, merupakan penyakit yang memiliki karakteristik infeksi bronkopulmoner kronik, sering diikuti obstruksi jalan napas, malabsorpsi dan kegagalan pertumbuhan. Pada anak sering ditemukan ISPA dan polip hidung. Untuk mendiagnosis digunakan pemberian sweat test yang mengandung sodium yang tinggi.
· Inverted papilloma, merupakan tumor hidung dan sinus tersering. Memiliki karakteristik muncul dari meatus media dan menyebar ke sinus maksila.
Tata laksana sinusitis, yaitu terapi medikamentosa, terapi tambahan dan pembedahan. Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang merupakan first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam, dapat diberikan amoksisilin/klavulanat. Sebaiknya antibiotik diberikan selama 10-14 hari. Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu sebelum diputuskan untuk pembedahan. Dosis amoksisilin dapat ditingkatkan sampai 90 mg/kgbb/hari. Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya komplikasi diberikan antibiotik secara intravena. Sefotaksim atau seftriakson dengan klindamisin dapat diberikan pada Streptococcus pneumoniae yang resisten.
Terapi tambahan meliputi pemberian antihistamin, dekongestan, dan steroid. Antihistamin: antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis, kecuali jelas adanya etiologi alergi. Dekongestan: dekongestan topikal seperti oksimetazolin, penileprin akan menguntungkan jika diberikan pada awal tata laksana sinusitis. Steroid : steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan mengurangi edem dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase sinus.
Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa yang maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi bedah apabila ditemukan
perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis, nekrosis dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel, selulitis orbita dengan abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak membaik dengan terapi konservatif. Beberapa tindakan pembedahan pada sinusitis antara lain adenoidektomi, irigasi dan drainase, septoplasti, andral lavage, caldwell luc dan functional endoscopic sinus surgery (FESS).
Referensi:
IDAI, 2017. Sinusitis pada anak, mungkinkah? Retrived from https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/sinusitis-pada-anak-mungkinkah.
Rianto, A., Widada, B., & Nugroho, D. (2017). Diagnosa penyakit sinusitis pada orang dewasa dan anak menggunakan metode certanty factor. Jurnal TIKomSiN, 5(2), 46–52.
Rinaldi, R., Lubis, H. M., Daulay, R. M., & Panggabean, G. (2016). Sinusitis pada anak. Sari Pediatri, 7(4), 244. https://doi.org/10.14238/sp7.4.2006.244-8
Sumber foto: http://www.apotekers.com/2018/08/penatalaksanaan-sinusitis.html
( DOC, PROMKES,RSMH)
Komentar
Posting Komentar