Pencegahan Penularan COVID-19 secara Vertikal
Pencegahan Penularan COVID-19 secara Vertikal
Narasumber : Cindy Kesty, Nuswil Bernolian
(RSMH Palembang)
Gambar 1. COVID-19
COVID-19
merupakan sebuah pandemi yang dideklarasikan pada 11 Maret 2020. Wabah ini pertama
kali terdeteksi di Kota Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, dengan jumlah penduduk
11 juta jiwa. Pada awal Januari 2019, virus COVID-19 menyebar dengan cepat ke negara
lain termasuk Thailand, Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Iran. Pada 7
Januari 2020, para ilmuwan di Cina mengidentifikasi agen penyebab epidemi
sebagai virus corona yang sebelumnya tidak diketahui, dan diberi sebutan
2019-nCoV (untuk virus corona baru 2019). Pada 11 Februari 2020, penyakit novel
coronavirus mendapatkan nama resmi oleh World Health Organization (WHO) yaitu
penyakit Coronavirus 19 (COVID-19) dan Komite Internasional untuk Taksonomi
Virus telah mengusulkan SARS-CoV-2 sebagai nama virus penyebab COVID-19.
World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa wanita hamil atau wanita
yang baru hamil yang berusia lebih tua, kelebihan berat badan, dan memiliki
kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi dan diabetes tampaknya
memiliki peningkatan risiko terkena COVID-19 yang berat. Wanita hamil
dengan COVID-19 juga berisiko lebih tinggi dioperasi caesar, melahirkan prematur,
dan bayi mereka dirawat di NICU. Tingkat kematian bayi lahir mati dan neonatus
rendah pada wanita yang diduga atau dikonfirmasi COVID-19.
Beberapa
manifestasi COVID-19 yang paling umum, yaitu demam, batuk, dan kelelahan atau
mialgia, produksi sputum, dan sakit kepala. Salah satu manifestasi dari infeksi
SARS-CoV-2 yaitu pneumonia virus yang merupakan penyebab penting morbiditas dan
mortalitas pada wanita hamil. Terdapat morbiditas pneumonia ibu berupa beberapa
luaran obstetric yang merugikan, termasuk ketuban pecah dini dan persalinan prematur, Janin Mati Dalam
Rahim (JMDR), Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) dan kematian neonatus.
Akibat
peningkatan jumlah ibu hamil dengan COVID-19 dilaporkan secara global terutama
pada tahun 2021 ini, para peneliti berikhtiar untuk mencari potensi penularan
dari ibu ke anak (transmisi vertikal) SARS-CoV-2, baik in utero,
intrapartum atau pada periode awal pascakelahiran. Pada umumnya, virus pernafasan,
seperti SARS-CoV-2, tidak mudah ditularkan di dalam rahim.
Sementara
itu, sebagian besar neonatus yang lahir dari ibu yang terinfeksi dinyatakan
negatif SARS-CoV-2. Satu ulasan menemukan bahwa 1,9% (95/4907) neonatus
dinyatakan positif pada usia 24 jam atau kurang. Mayoritas neonatus mengalami
gejala yang tidak berat. Oleh karena itu, bagaimana penularan vertikal SARS-CoV-2 terjadi dan
waktu penularan masih tidak jelas dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Mekanisme
penularan vertikal patogen menular
Studi yang dilakukan sejauh ini belum ada
yang mengungkapkan bahwa penularan vertikal COVID-19 dari ibu ke anak dapat
terjadi karena persalinan pervaginam atau operasi caesar. Beberapa
penelitian telah dilakukan tentang penularan vertikal COVID-19 melalui swab test tenggorokan bayi baru lahir dari ibu hamil yang positif COVID- 19
yang menjalani operasi caesar.
Sementara itu, bukti terbatas ada pada transmisi vertikal,
prevalensi dan gambaran klinis COVID-19 selama kehamilan, persalinan, dan
periode pascakelahiran. Saat ini, tidak terdapat bukti penularan vertikal
intrauterin COVID-19 dari ibu hamil yang terinfeksi ke janinnya. Namun, ibu yang terinfeksi mungkin
berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi pernafasan yang lebih berat.
Diketahui bahwa ibu yang terinfeksi dapat menularkan virus COVID-19 melalui
tetesan pernafasan selama menyusui. Oleh karena itu, ibu yang diketahui atau
diduga COVID-19 harus mematuhi standar dan kewaspadaan kontak selama menyusui.
Selain itu, penelitian Moreno SC, dkk. (2020) memberikan bukti tambahan untuk
mendukung bahwa penularan vertikal COVID-19 sangat rendah.
Gambar
2. Mekanisme transmisi vertikal SARS-COV-2
Berdasarkan
tinjauan ilmiah WHO, transmisi vertikal ibu ke janin dapat terjadi melalui 3
rute, yaitu:
1.
Penularan
in utero dapat terjadi melalui rute hematogen atau lebih jarang melalui
rute ascending. Mayoritas patogen yang ditransmisikan in utero
adalah mereka yang mengalami infeksi sistemik (aliran darah) terjadi pada
wanita hamil untuk memungkinkan patogen mencapai plasenta. Setelah patogen
mencapai plasenta, ia harus melintasi permukaan ibu-plasenta (baik melalui
infeksi sel plasenta atau melalui gangguan barier plasenta) untuk mendapatkan
akses ke pembuluh darah janin, mencapai janin dan menyebabkan infeksi. Risiko
infeksi janin dapat meningkat atau menurun selama kehamilan tergantung pada
patogen.
2. Transmisi
intrapartum terjadi selama persalinan dan nifas serta memerlukan pajanan
neonatus terhadap patogen infeksius dalam darah ibu, sekret vagina, atau feses
selama proses persalinan, dan agar patogen dapat mencapai sel inang yang sesuai
untuk dapat menyebabkan infeksi neonatus.
3. Transmisi
pascapersalinan dapat terjadi melalui menyusui dan membutuhkan paparan bayi
terhadap ASI yang mengandung patogen infeksius, patogen untuk mencapai lokasi
target pada bayi melalui rute oral/gastrointestinal, dan patogen untuk
mengatasi sistem pertahanan bayi. Penularan pascapersalinan juga dapat
terjadi dari ibu yang terinfeksi ke bayinya melalui pernafasan atau sekresi ibu
yang menular lainnya, atau melalui kontak dengan pengasuh atau benda lain yang
terinfeksi.
Penularan
vertikal SARS-CoV-2
Transmisi
in utero: Transmisi SARS-CoV-2 in utero mungkin terjadi. Viremia
akibat SARS-CoV-2 meskipun jarang,
tampaknya lebih mungkin terjadi pada mereka dengan penyakit berat.
Selain itu, reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE-2) terkait
membran sel dan transmembran protease serine 2 (TMPRSS2) yang diperlukan
untuk entri seluler SARS-CoV-2 telah diidentifikasi dalam sel plasenta.
SARS-CoV-2 dapat dikaitkan dengan kerusakan vaskuler, termasuk hiperkoagulopati pada wanita hamil. Dengan cedera iskemik pada plasenta,
SARS-CoV-2 dapat mencapai janin tanpa memerlukan infeksi sel plasenta. ACE-2
dan TMPRSS2 dapat ditemukan di paru-paru janin manusia serta jaringan janin
lainnya. Jadi, jika virus mencapai
janin, infeksi janin mungkin terjadi.
Transmisi intrapartum: SARS-CoV-2 tampaknya jarang
terdeteksi pada usap vagina pada wanita hamil. Namun, pelepasan RNA SARS-CoV-2
sering terjadi dalam tinja orang yang terinfeksi. Kontaminasi feses pada
saluran vagina/vulva selama persalinan dan nifas berpotensi memungkinkan
kontaminasi virus SARS-CoV-2 pada oro/nasofaring neonatus selama persalinan
pervaginam. Mungkin juga terdapat kontaminasi virus di lingkungan selama
persalinan dan melahirkan atau segera setelah lahir, karena tetesan dan aerosol
yang dihasilkan oleh wanita yang terinfeksi selama persalinan aktif, serta
kontaminasi tinja ibu dari lingkungan terdekat, terutama selama persalinan
pervaginam, yang dapat menyebabkan infeksi virus oleh neonatus segera setelah
lahir.
Transmisi
pascapersalinan: Transmisi SARS-CoV-2 pascapersalinan tampaknya merupakan
penyebab mayoritas infeksi yang dilaporkan pada neonatus, kemungkinan mewakili
paparan terhadap ibu yang terinfeksi, pengasuh lain atau fomites.
Sementara SARS-CoV-2 telah dideteksi dengan tes Reverse
Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dalam Air Susu Ibu (ASI),
tampaknya tidak biasa dan sampai saat ini tidak ada replikasi virus yang kompeten
yang terdeteksi. Imunoglobulin G (IgG), IgM dan IgA spesifik SARS-CoV-2 telah
terdeteksi dalam ASI; tidak diketahui apakah antibodi ini akan melindungi
terhadap infeksi pada bayi yang disusui. Pada periode pascapersalinan, bayi
dapat terpajan SARS-CoV-2 dari ibu yang terinfeksi, pengasuh lain dan/atau
lingkungan neonatus, sehingga sumber infeksi pascapersalinan, jika terjadi,
sulit untuk ditentukan.
Sistem
klasifikasi yang diusulkan untuk menentukan waktu penularan vertikal SARS-CoV-2
didasarkan pada tiga elemen:
1) infeksi
ibu yang terdokumentasi, menggunakan definisi kasus WHO COVID-19, kapan saja
selama kehamilan untuk infeksi in utero; dekat waktu persalinan untuk
infeksi intrapartum dan awal pascapersalinan;
2)
tes
untuk mengevaluasi kemungkinan paparan awal dalam kandungan atau intrapartum;
dan
3)
tes
untuk mengevaluasi pajanan/persistensi virus di kemudian hari atau respons imun
spesifik virus pada janin/neonatus.
Waktu
penularan vertikal (in utero, intrapartum dan awal pascapersalinan)
diklasifikasikan dalam kategori yang saling eksklusif, sebagai berikut:5
1)
dikonfirmasi;
2)
mungkin
(bukti bersifat sugestif tetapi tidak memastikan adanya infeksi);
3) tidak
mungkin (sedikit dukungan untuk diagnosis tetapi infeksi tidak dapat sepenuhnya
dikesampingkan); dan
4)
tidak
tentu (bila tes yang diperlukan untuk mendefinisikan klasifikasi belum
dilakukan).
Mode persalinan
Semua
neonatus dengan RT-PCR positif dilahirkan melalui operasi caesar yang
menunjukkan bahwa operasi caesar mungkin belum tentu lebih aman daripada
persalinan pervaginam dalam mencegah penularan COVID-19 dari ibu ke anak.
Referensi:
1. Karimi-Zarchi M, Neamatzadeh H, Dastgheib SA, Abbasi H,
Mirjalili SR, Behforouz A, et al. Vertical transmission of coronavirus disease
19 (COVID-19) from infected pregnant mothers to neonates: A Review. Fetal
Pediatr Pathol. 2020;39(3):246-50.
2. Puspita R. COVID-19 in pregnant women and their newborns : A review. Excell
Midwifery J. 2020;3(2):46-52.
3. Ciapponi A, Bardach A, Comandé D, Berrueta M, Argento
FJ, Cairoli FR, et al. COVID-19 and pregnancy: An umbrella review of clinical
presentation, vertical transmission, and maternal and perinatal outcomes. PLoS
One. 2021;16(6 June):1-27.
4. Kotlyar AM, Grechukhina O, Chen A, Popkhadze S,
Grimshaw A, Tal O, et al. Vertical transmission of coronavirus disease 2019: A
systematic review and meta-analysis. Am J Obstet Gynecol. 2021;224(1):35-53.e3.
5. WHO. Definition and categorization of the timing of
mother-to-child transmission of SARS-CoV-2:Geneva: World Health Organization: 7
February 2021 | COVID-19: Scientific briefs. 2021;(February):1-14.
6. Tolu LB, Ezeh A, Feyissa GT. Vertical transmission of
severe acute respiratory syndrome coronavirus 2: A scoping review. PLoS One.
2021;16(4 April 2021):1-12.
7. Moreno SC, To J, Chun H, Ngai IM. Vertical transmission
of COVID-19 to the neonate. Infect Dis Obstet Gynecol. 2020;2020:1-5.
DOC, PROMKES, RSMH
Komentar
Posting Komentar