Diagnosis hisprung
Diagnosis hisprung
Narasumber : Novita Agustina, Ns, M.Kep, Sp.Kep. A (RSMH Palembang)
Penegakan diagnosis dini merupakan hal yang sangat penting, agar dapat lebih cepat merujuk pasien ke dokter spesialis, sehingga pasien memperoleh penanganan yang lebih baik. Diagnosis penyakit hirschsprung harus ditegakkan sedini mungkin. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsis, yang merupakan penyebab kematian tersering. Pada tahun 1946, Ehrenpreis dalam tesisnya mengenai etiologi dan patogenesis penyakit hirschsprung menekankan bahwa diagnosis penyakit hirschsprung dapat ditegakkan pada masa neonatal.
Diagnosis hirschsprung disease diperoleh dari manifestasi klinik yang khas berupa tanda-tanda obstruksi usus setinggi ileum atau lebih distal (keterlambatan evakuasi mukonium, distensi abdomen, muntah hijau). Pemeriksaan radiologis meliputi foto polos abdomen dan barium enema (gambaran Abrupt, perubahan mendadak; Cone, bentuk seperti corong atau kerucut; Funnel, bentuk seperti cerobong). Diagnosis histopatologis anatomi merupakan diagnosis pasti dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin, sehingga dapat mengenali aganglionosis usus. Berupa biopsi rektum, frozen section, biopsi seluruh dinding rektum. Pemeriksaan penunjang lainnya berupa elektromanometri dan pemeriksaan genetik.
Manifestasi klinis penyakit hirschsprung yang khas biasanya terjadi
pada neonatus cukup bulan dengan keterlambatan evakuasi mekonium
pertama, selanjutnya diikuti dengan distensi abdomen dan muntah hijau
atau fekal, mirip tanda-tanda obstruksi usus setinggi ileum atau lebih
distal. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium pertama keluar dalam
usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus penyakit
Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal
berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah cukup.
Distensi abdomen merupakan gejala penting lainnya.
Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh kelainan lain, seperti atresia ileum dan Iain-lain. Muntah yang berwarna hijau sering terjadi pada penyakit hirschsprung. Penyakit hirschsprung dengan komplikasi enterocolitis menampilkan distensi abdomen, demam dengan disertai diare berupa feses cair bercampur mukus dan berbau busuk, dengan atau tanpa darah dan umumnya berwarna kecoklatan atau tengguli.
Cara mendiagnosis pasien anak dengan hisprung:
1. Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam; adanya muntah bilious (berwarna hijau); perut kembung; gangguan defekasi/ konstipasi kronis; konsistensi feses yg encer; gagal tumbuh (pada anak-anak); berat badan tidak berubah; bahkan cenderung menurun; nafsu makan menurun; ibu mengalami polyhidramnion; adanya riwayat keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang. Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding abdomen. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat explosive stool.
3. Pemeriksaan Biopsi:
Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi, merupakan langkah penting dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung. Ada beberapa teknik, yang dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang didapatkan akan lebih akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh ahli patologi yang berpengalaman. Apabila pada jaringan ditemukan sel ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi. Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih teknik lain yang kurang invasive, seperti Barium enema dan anorectal manometri, untuk menunjang diagnosis.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus,
tanda obstruksi usus. Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk menentukan diagnosis Hirschsprung adalah contrast enema atau barium enema. Pada bayi dengan penyakit Hirschsprung, zona transisi dari kolon bagian distal yang tidak dilatasi mudah terdeteksi. Pada total aganglionsis colon, penampakan kolon normal. Barium enema kurang membantu penegakan diagnosis apabila dilakukan pada bayi, karena zona transisi sering tidak tampak. Gambaran penyakit Hirschsprung yang sering tampak, antara lain; terdapat penyempitan di bagian rectum proksimal dengan panjang yang bervariasi; terdapat zona transisi dari daerah yang menyempit (narrow zone) sampai ke daerah dilatasi; terlihat pelebaran lumen di bagian proksimal zona transisi.
5. Pemeriksaan Anorectal Manometry
Pada individu normal, distensi pada ampula rectum menyebabkan
relaksasi sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh saraf intrinsic pada
jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf internal ini ditemukan
pada pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung. Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas dengan menggunakan metode yang disebut anorectal manometry. Selama anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter anal. Normalnya pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada sfingter anal, tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter
anal relaksasi, mirip seperti distensi pada ampula rectum manusia.
Namun pada pasien dengan penyakit Hirschsprung sfingter anal
tidak bereaksi terhadap tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir,
keakuratan anorektal manometry dapat mencapai 100%
Berbagai teknologi tersedia untuk penegakan diagnosis penyakit
hirschsprung, Namun demikian dengan melakukan anamnesis yang
cermat, pemeriksaan fisis yang teliti, pemeriksaan radiografik, serta
pemeriksaan patologi anatomik biopsi isap rektum, diagnosis penyakit
hirschsprung pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan.
Referensi:
Corputty, E. D., Lampus, H. F., & Monoarfa, A. (2015). Gambaran pasien hirschsprung Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2010 – September 2014. E-CliniC, 3(1).
Mentri Kesehatan RI. (2017). Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/474/2017, 1–14.
Surya, P. A. I. L., & Dharmajaya, I. M. (2013). Gejala dan diagnosis penyakit hirschprung. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 1–5.
Sumber foto: https://www.pelicanhealthcare.co.uk/rachels-stoma-story-hirschsprungs-disease/
( DOC, PROMKES RSMH)
Komentar
Posting Komentar